Probiotik yang Diberikan pada Bayi Baru Lahir dapat Membantu Mencegah Kolik

3 min read /
Pertumbuhan & Perkembangan Mikrobiota Usus

Menurut sebuah penelitian yang diterbitkan Monday, memperkenalkan bakteri baik pada usus bayi yang baru lahir ternyata dapat mengurangi risiko bayi terserang kolik. Penelitian ini diduga sebagai penelitian pertama yang menguji apakah memberikan "mikro-organisme baik" pada bayi dapat mencegah perkembangan penyakit gastrointestinal fungsional, yang mencakup kolik, regurgitasi dan sembelit.

Kolik, yang ditandai dengan menangis berlebihan, diyakini terkait dengan masalah pencernaan dan kadang-kadang disebut sebagai salah satu bentuk dari irritable bowel syndrome pada bayi. Kondisi ini telah lama menjadi sumber kecemasan bagi orangtua baru, yang sering terdorong untuk mencoba semua jenis pengobatan di rumah untuk menenangkan bayi mereka karena tidak adanya obat-obatan yang diindikasikan untuk pengobatan kolik. Sebuah penelitian baru menemukan bahwa sebanyak 20% bayi menderita kolik pada tiga bulan pertama kehidupan.

Dalam studi yang dipublikasikan Monday, ilmuwan dari Aldo Moro University di Bari, Italia, telah meminta orangtua untuk memberikan lima tetes larutan yang mengandung Lactobacillus reuteri, bakteri baik yang telah dipelajari untuk efek kesehatannya, atau plasebo untuk 589 bayi sehat setiap hari selama 90 hari pertama kehidupannya.

Menurut Flavia Indrio, profesor pediatri di universitas dan penulis utama studi tersebut, pada usia tiga bulan, bayi-bayi yang menerima probiotik secara signifikan memiliki waktu menangis yang lebih pendek yaitu rata-rata 38 menit dibandingkan placebo yang memiliki rerata waktu menangis 71 menit per hari. Selain itu, bayi lebih sedikit mengalami gumoh/ meludah dan memiliki pergerakan usus yang lebih baik, yang berarti kejadian sembelitnay lebih rendah. Penelitian ini diterbitkan Senin di JAMA Pediatrics, sebuah jurnal dari American Medical Association.

Pada penelitian sebelumnya, salah satunya termasuk milik dr. Indrio, telah diketahui bahwa Lactobacillus reuteri dapat membantu mengurangi gejala kolik, tetapi belum ditemukan cara pencegahan kolik. Para ilmuwan dan industri juga sedang mempelajari apakah probiotik dapat membantu dalam mengobati beberapa kondisi, termasuk alergi, kolesterol dan flu biasa.

Intervensi dini dalam masalah pencernaan bayi, mungkin penting tidak hanya untuk kesejahteraan dan kesehatan saat bayi namun juga kesejahteraan di usia lebih tua. Para peneliti telah menemukan bahwa ada hubungan antara gejala kolik dan perkembangan penyakit gastrointestinal lainnya. Sejauh ini, belum ada laporan efek samping Lactobacillus reuteri pada manusia.

Penelitian terbaru, yang dianggap hingga saat ini dianggap sebagai studi pada manusia terbesar yang menilai efek probiotik pada kolik, mendapat hasil yang menggembirakan dan rekomendasi "sangat baik dilakukan", kata Bruno Chumpitazi, seorang profesor di departemen pediatrik di Baylor College of Medicine di Houston, yang tidak terlibat dalam penelitian, tetapi menulis sebuah editorial untuk menemani studi ini. Efek jangka panjang dari bakteri pada kesehatan masih belum diketahui dan perlu dipelajari, katanya.

Menurut dr. Indrio, koloni Lactobacillus reuteri sepertinya dapat mengurangi peradangan usus, meningkatkan gerakan usus dan mengurangi kepekaan terhadap rasa sakit. Tetapi penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami bagaimana bakteri tersebut bekerja di dalam tubuh, kata peneliti lain dan dr. Indrio. Disamping itu, dr. Indrio berencana untuk melakukan penelitian kohort dengan cara mengikuti bayi-bayi ini untuk mempelajari kekerapan mereka menderita irritable bowel syndrome dan gangguan pencernaan lain di usia yang lebih tua.

Dengan penanggulangan lebih awal atau bahkan mencegah sejak awal gangguan pencernaan pada bayi, jalur perkembangan penyakit akan dapat diubah, kata dr. Indrio. "Mungkin usus dan otak memiliki script yang berbeda untuk diikuti."

Indrio F, Di Mauro A, Riezzo G, et al. Prophylactic Use of a Probiotic in the Prevention of Colic, Regurgitation, and Functional Constipation: A Randomized Clinical Trial. JAMA Pediatr. 2014;():.

http://archpedi.jamanetwork.com/article.aspx?articleid=1812293

untuk keterangan lebih lanjut bisa di klik di tautan berikut ini :

http://online.wsj.com/news/articles/SB10001424052702303819704579318703183361902?mg=reno64-wsj&url=http://online.wsj.com/article/SB10001424052702303819704579318703183361902.html