Diet Rendah Protein di Masa Bayi Mengurangi Risiko Obesitas di Masa Kanak-kanak
Hasil dari studi yang akan disajikan pada konferensi internasional, mengungkapkan bahwa asupan rendah protein pada masa bayi dapat mengurangi risiko anak menjadi gemuk pada saat usia sekolah. Studi ini menemukan bahwa anak-anak berusia sekitar enam tahun, memiliki risikoobesitas lebih dari dua kali jika mereka diberi diet tinggi protein pada masa bayi.
Berbicara kepada Food Ingredients First, Profesor Berthold Koletzko dari Ludwig-Maximilians-University (LMU) di Munich, mengatakan: "Kami sangat menyarankan pemberian ASI sebagai pilihan pertama untuk memberi makan bayi. Tetapi, jika bayi menggunakan susu formula, maka berdasarkan hasil uji coba teracak yang kami lakukan, kami sarankan orang tua memilih susu formula dengan protein rendah. Kami juga merekomendasikan mereka menghindari susu sapi (yang menyediakan kandungan protein yang sangat tinggi) selama tahun pertama kehidupan."Selain itu, Profesor Koletzo mengatakan pada FoodIngredientsFirst bahwa studi ini juga termasuk waktu pemberian makanan tambahan setelah bayi pindah dari formula atau ASI."Analisis kami menunjukkan bahwa waktu mulainya pengenalan makanan padat (usia empat, lima atau enam bulan), tidak menyebabkanperbedaan risiko terhadap obesitas,"katanya."Namun, pilihan jenis makanan pendamping ASI, mempengaruhi risiko obesitas. Secara khusus, risiko obesitas meningkat dengan makan berlebihan (konsumsi terlalu banyak kalori), konsumsi asupan tinggi gula atau minuman bergula serta susu tinggi protein, seperti susu sapi."
Makalah 'Susu formula rendah protein mengurangi indeks massa tubuh (IMT) dan risiko obesitas pada usia sekolah’, sekarang telah diterbitkan secara online di American Journal of Clinical Nutrition (AJCN) dan publikasi cetak akan mengikuti akhir bulan ini. Makalah tersebut disajikan secara internasional di konferensi 'The Power of Programming' di LMU di Munich 13-15 Maret 2014.
"Gizi optimal pada masa bayi, sangat penting karena meletakkan dasar bagi kesehatan di masa depan," jelas Martina Weber, penulis makalah. "Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa asupan protein melalui susu formula mempengaruhi IMT dan risiko obesitas pada usia sekolah.Menghindari makanan bayi yang menyediakan asupan protein yang berlebihan dan mempromosikan ASI, secara efektif berkontribusi terhadap pencegahan obesitas pada masa kanak-kanak."
Penelitian ini telah didukung dalam proyek Early Nutrition yang didanai oleh Komisi Eropa, mengambil alih pekerjaan yang dilakukan Komisi Eropa dalam mendukung Childhood Obesity Project (CHOP) dan proyek EARNEST yang mengungkapkan bahwa kandungan protein yang rendah dalam susu formula mengurangi IMT dan risiko obesitas di masa kanak-kanak. Proyek Early Nutrition, dikoordinasi oleh Profesor Berthold Koletzko dari LMU di Munich.
Awalnya, bayi didaftarkan dalam studi, yang melibatkan peneliti dari Jerman, Italia, Spanyol, Belgia dan Polandia, antara Oktober 2002 hingga Juli 2004. Setelah orang tua mereka membuat keputusan untuk memberikan susu formula, bayi di 'acak' untuk menerima salah satu formula tinggi protein atau formula rendah protein.
Gizi awal diakui sebagai faktor kunci dalam pencegahan obesitas. Salah satu prediktor terbaik dari risiko obesitas di masa depan, adalah kenaikan berat badan selama tahun pertama kehidupan, dan asupan protein dikaitkan dengan penambahan berat badan yang lebih banyakselama bayi.
Pada tahun 2009, studi CHOP melaporkan bahwa bayi yang diberi formula dengan protein yang lebih tinggi,penambahan berat badan selama tahun pertama lebih banyak dan mereka juga lebih berat pada usia dua tahun diabanding bayiyang mengkonsumsi formula dengan protein rendah (diterbitkan dalam AJCN, 2009).
Penelitian ini melibatkan kelompok anak yang sama, yang diikuti sampai berusia enam tahun (518 (48%)dari 1090 bayi yang terdaftar, terus berpartisipasi dalam studi untuk anak usia sekolah). Pada kelompok protein yang lebih tinggi, IMT kelompok tersebut saatmereka berusia enam tahun adalah 0,51 kg/cm lebih tinggi dan berisiko terkena obesitas 2,43 kali lebih tinggi dibanding kelompok rendah protein.
http://ajcn.nutrition.org/content/early/2014/03/12/ajcn.113.064071.abstract
Untuk studi lebih lanjut bisa diklik di tautan berikut ini :