Defisiensi Zat Besi Memprediksi Rendahnya Skor IQ pada Anak yang Diadopsi dari Institusi
Menurut studi longitudinal terbaru, defisiensi zat besi dapat memprediksi rendahnya skor IQ dan rendahnya kemampuan berpikir tingkat luhur pada anak-anak yang diadopsi dari intistusi seperti panti asuhan. Dengan berfokus pada status gizi, studi ini menganalisis data dari 55 anak yang diadopsi dari berbagai intistusi international. Dilakukan oleh para peneliti dari Universitas Minnesota dan sudah terbit sebagai jurnal di Child Development.
Studi ini menyimpulkan bahwa anak yang ketika diadopsi menderita defisiensi zat besi berat dan yang menghabiskan waktu lebih lama di institusi sebelum diadopsi, cenderung memiliki IQ yang lebih rendah dan kemampuan berpikir luhur (seperti kemampuan merencanakan sesuatu dan menyelesaikan masalah) yang rendah. Defisiensi zat besi mempengaruhi kemampuan berpikir luhur terbebas dari efeknya pada kemampuan kognitif secara umum, seperti terukur pada hasil test IQ. Defisiensi zat besi dalam tahap yang lebih ringan diasosiasikan dengan fungsi kognitif yang rendah (contoh fungsi kognitif adalah kemampuan merencanakan suatu prilaku, menyimpan informasi dalam bentuk ingatan dan bertindak sesuai informasi tersebut, serta berpikir secara fleksibel terhadap suatu situasi).
"Penelitian kami menunjukkan bahwa baik durasi lamanya tinggal di institusi dan kecukupan nutrisi, secara signifikan mempengaruhi fungsi kognitif bahkan setelah anak tersebut tinggal di rumah rawat (setelah diadopsi)," kata Jenalee Doom, seorang mahasiswa, dan Megan Gunnar, profesor kejiawaan anak dari Universitas Minnesota, dua dari peneliti studi ini.
"Penemuaan ini sangat penting untuk pediatrik, psikolog, dan spesialis lain yang bekerja dengan anak yang diadopsi dari mancanegara, karena menitik-beratkan pentingnya pemeriksaan status gizi dan pengalaman pre-adopsi anak selama evaluasi dan tatalaksana."
Secara spesifik, mereka mencatat, anak seharusnya memperoleh suplementasi zat besi atau intervensi kognitif yang sesuai dengan kebutuhan spesifik tiap anak. Intervensi yang biasa digunakan pada anak yang diadopsi dari mancanegara, mencakup hal yang menyangkut tatalaksana sensory integration disorder dan attention deficit hyperactivity disorder. Orangtua seharusnya diinformasikan mengenai adapatsi nutrisi sehingga mereka dapat membuat pilihan diet dan zat gizi yang mampu mengoptimalkan pertumbuhan anak mereka.
Organisasi yang mengkhususkan diri pada nutrisi untuk anak yatim-piatu akan mendapat keuntungan dari pemahaman mengenai zat gizi yang penting untuk fungsi kognitif dan jenis defisiensi zat gizi yang biasanya ditemukan pada anak adopsi dari mancanegara yang telah tinggal di intistusi sebelumnya.
Peneliti mencatat, bahkan anak ynag tidak diadopsi akan mendapat keuntungan dari pemantauan ketat status besi sejak anak usia dini, sebab defisiensi zat gizi dapat memprediksi keluaran kognitif terbebas dari durasi lamanya anak dalam penelitian ini tinggal di institusi.
Studi ini mengamati IQ, kemampuan berpikir luhur dan defisiensi besi pada anak yang diadopsi oleh keluarga di USA dari negara-negara Afrika, Asia, Eropa Timur dan Latin Amerika. Penelitian terdahulu telah menilik efek rendahnya perkembangan kognitif diantara anak yang tinggal di institusi seperti panti asuhan dan rumah sakit. Namun, beberapa penelitian telah menilai apakah defisiensi zat gizi pada anak-anak tersebut akan menjelaskan mengenai rendahnya fungsi kognitif mereka.
Peneliti telah memeriksa catatan kesehaan 55 anak (usia 17 – 36 bulan) setelah mereka diadopsi dan mengklasifikasi mereka sebagai anak dengan kadar besi normal, defisiensi besi ringan dan defisiensi besi berat yang ditandai dengan anemia. Setahun kemudian, ketika anak tersebut berusia 2 - 4 tahun, mereka diberi tes IQ dan tes untuk mengukur kemampuan berpikir luhur mereka. Kemampuan ini, juga dikenal sebagai fungsi eksekutif, termasuk kemampuan untuk menyimpan dan mengunakan informasi dalam menyelesaikan suatu masalah serta berpikir fleksibel tentang suatu masalah.
For study details: click here!