Peran Formula Terhidrolisis Parsial (pHF-W) dalam Mencegah Penyakit Alergi Terutama Dermatitis Atopik pada Anak

5 min read /
Alergi Mikrobiota Usus

Rangkuman dari sesi lunch symposium PKB IDAI Jaya-UKK Neurologi IDAI di Hotel Shangri La Jakarta 2 Februari 2014.

Angka kejadian penyakit alergi meningkat di berbagai negara termasuk Indonesia. Hal ini menyebabkan beban penyakit yang semakin meningkat terutama di negara-negara dengan prevalens penyakit alergi yang tinggi. Dilihat dari sudut pembiayaan maka penyakit alergi meningkatkan biaya yang harus dikeluarkan pemerintah, keluarga, dan masyarakat pada umumnya melalui biaya langsung dan tidak langsung yang harus dikeluarkan untuk kebutuhan medis dan non medis anak dengan alergi.

Peran Formula Terhidrolisis Parsial (pHF-W) dalam Mencegah Penyakit Alergi Terutama Dermatitis Atopik pada Anak

Untuk itu dilakukan banyak penelitian untuk mengetahui langkah yang efektif untuk mencegah kejadian penyakit alergi sejak usia dini. Dua buah review menilai berbagai intervensi nutrisi yang paling tepat untuk pencegahan alergi. Kesimpulan yang didapatkan adalah langkah pencegahan yang dapat dilakukan adalah pemberian ASI eksklusif. Penghindaran makanan hiperalergenik saat ibu hamil, menyusui, bahkan menunda pemberian makanan padat tidak memberikan bukti dapat mencegah kejadian penyakit alergi pada anak. Pada kondisi ibu tidak dapat memberikan ASI eksklusif, formula hidrolisat parsial whey yang diberikan dalam 6 bulan pertama dapat menurunkan angka kejadian dermatitis atopik.

Formula hidrolisat parsial whey tidak hanya efektif secara klinis namun juga efisien dalam mengurangi biaya yang harus ditanggung oleh pemerintah, keluarga, asuransi, maupun masyarakat. Hal tersebut diungkapkan dr. Dina Muktiarti, SpA(K) dalam sesi lunch symposium PKB IDAI Jaya di Hotel Shangri-La Jakarta, 2 Februari yang lalu. Penelitian yang dilakukan di Eropa dan Australia menunjukkan bahwa pemberian pHF-W dibandingkan susu formula standar pada anak dengan risiko tinggi alergi dapat menurunkan pembiayaan terkait penyakit alergi terutama dermatitis atopik pada anak. “Berdasarkan penelitian di Eropa, pendekatan pencegahan primer dengan pHF-W yang diberikan kepada bayi dengan risiko tinggi alergi mampu mengurangi angka kejadian dermatitis atopik dan menghemat biaya yang harus ditanggung keluarga berkisar antara 624 Euro hingga 2.200 Euro.” ungkap dr. Dina.

Di Indonesia, menurut dr. Dina, belum ada rekomendasi resmi yang dikeluarkan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) terkait pencegahan primer alergi. Namun, konsep bahwa ASI adalah pilihan terbaik untuk pencegahan alergi telah disepakati. Apabila seorang anak dengan risiko tinggi alergi dan tidak mendapatkan ASI karena sesuatu hal, maka untuk pencegahan primer anak tersebut dapat diberikan formula hidrolisat parsial. Formula hidrolisat ekstensif mempunyai bukti klinis yang cukup kuat dalam pencegahan dermatitis atopik, namun apabila dibandingkan dengan formula hidrolisat parsial, penghematan yang dicapai oleh formula hidrolisat ekstensif tidak sebesar formula hidrolisat parsial karena harganya yang lebih mahal. Untuk itu, formula hidrolisat ekstensif hanya diberikan sebagai terapi bukan pencegahan. Formula lain seperti formula kedelai tidak memiliki tempat dalam pencegahan.

Dr. Dina menyampaikan bahwa saat ini di Indonesia sedang dilakukan penelitian untuk melihat efektivitas dan efisiensi ekonomis dari pencegahan alergi primer dengan menggunakan formula pHF-W. Hasil penelitian ini dibutuhkan sebagai bahan pertimbangan pendekatan pencegahan primer dengan formula pHF-W. Di akhir sesi, dr. Dina sekali lagi menegaskan pencegahan penyakit alergi harus dimulai sedini mungkin  dan pentingnya ASI eksklusif sebagai pilihan utama.

Kepustakaan.

  1. European Academy of Allergy and Clinical Immunology. A European Declaration on Immunotherapy. Switzerland, 2011.
  2. Asher MI, Montefort S, Bjorksten B, Lai CK, Starchan DP, Weiland SK, dkk. Worldwide time trends in the prevalence of symptoms of asthma, allergic rhinoconjunctibitis, and eczema in childhood: ISAAC phases one and three repeat multicountry cross-sectional surveys. Lancet. 2006;368:733-4
  3. Ngamphaiboon J, Kongnakorn T, Detzel P, Sirisomboowong K, Wasiak R. Direct medical costs associated with atopic diseases among young children in Thailand. J Med Econ. 2012; 15: 1025-35. 
  4. Muche-Borowski C. Allergy prevention. Dtsch Arztebl Int. 2009; 106: 625–31.  
  5. Prescott S,  Nowak-Wegrzyn A. Strategies to prevent or reduce allergic disease. Ann Nutr Metab.  2011; 59: 28–42. 
  6. Hays T, Wood RA. A systematic review of the role of hydrolyzed infant formulas in allergy prevention. Arch Pediatr Adolesc Med. 2005; 159: 810-6.
  7. Von Berg A, Filipiak-Pittroff B, Kramer U, Hoffman B, Link E, Beckman C, dkk. Allergies in high-risk schoolchildren after early intervention with cow's milk protein hydrolysates: 10-year results from the German Infant Nutritional Intervention (GINI) study. J Allergy Clin Immunol. 2013; 131: 1565-73.
  8. Iskedjian M, Belli D, Farah B, Navarro V, Detzel P. Economic evaluation of a 100% whey-based partially hydrolyzed infant formula in the prevention of atopic dermatitis among Swiss children. J Med Econ.2012; 15: 378-93.
  9. Iskedjian M, Haschke F, Farah B, van Odijk J, Berbari J, Spieldenner J. Economic evaluation of a 100% whey-based partially hydrolyzed infant formula in the prevention of atopic dermatitis among Danish children. J Med Econ. 2012;15: 394-408.
  10. Mertens J, Stock S, Lungen M, von Berg A, Kramer U, Filipiak-Pittroff B, dkk. Is prevention of atopic eczema with hydrolyzed formulas cost-effective? A health economic evaluation from Germany. Pediatr Allergy Immunol. 2012 Sep;23:597-604.
  11. Spieldenner J, Belli D, Dupont C, Haschke F, Iskedjian M, Nevot Falco S, dkk. Partially hydrolysed 100% whey-based infant formula and the prevention of atopic dermatitis: comparative pharmacoeconomic analyses. Ann Nutr Metab. 2011; 59: 44-52.
  12. Su J, Prescott S, Sinn J, Tang M, Smith P, Heine RG, dkk. Cost-effectiveness of partially-hydrolyzed formula for prevention of atopic dermatitis in Australia. J Med Econ. 2012; 15: 1064-77.